Kebumen : Antara Bahasa Jawa Kedu dan Banyumasan

on Senin, 21 Maret 2011

Slogan orang Ngapak
Diantara antara 2 bahasa ini, kebumen memiliki bahasa kedua bahasa tersebut. namun untuk pengecualian untuk bahasa jawa kedu hanya untuk daeah kebumen bagian timur yaitu prembun. Dan untuk bahasa Banyumasan atau jawa ngapak-ngapak untuk daerah kebumen barat hampir mayoritas menggunakan bahasa tersebut. Meskipun demikian, sepertinya wong bumen lebih suka menonjolkan dialek ngapak sebagai identitas daerahnya. Kepada mereka slogan ini saya berikan "ORA NGAPAK ORA KEPENAK". Hhehe..
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek Banyumasan banyak sekali bedanya. Perbedaan yang utama yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a' bukan 'o'. Jadi jika di Solo orang makan 'sego' (nasi), di wilayah Banyumasan orang makan 'sega'. Selain itu, kata-kata yang berakhiran huruf mati dibaca penuh, misalnya kata enak oleh dialek lain bunyinya ena, sedangkan dalam dialek Banyumasan dibaca enak dengan suara huruf 'k' yang jelas, itulah sebabnya bahasa Banyumasan dikenal dengan bahasa Ngapak atau Ngapak-ngapak.
Sejarah
Menurut para pakar bahasa, sebagai bagian dari bahasa Jawa maka dari waktu ke waktu, bahasa Banyumasan mengalami tahap-tahap perkembangan sebagai berikut:
  • Abad ke-9 - 13 sebagai bagian dari bahasa Jawa kuno
  • Abad ke-13 - 16 berkembang menjadi bahasa Jawa abad pertengahan
  • Abad ke-16 - 20 berkembang menjadi bahasa Jawa baru
  • Abad ke-20 - sekarang, sebagai salah satu dialek bahasa Jawa modern.
    (Tahap-tahapan ini tidak berlaku secara universal)
Tahap-tahapan perkembangan tersebut sangat dipengaruhi oleh munculnya kerajaan-kerajaan di pulau Jawa yang juga menimbulkan tumbuhnya budaya-budaya feodal. Implikasi selanjutnya adalah pada perkembangan bahasa Jawa yang melahirkan tingkatan-tingkatan bahasa berdasarkan status sosial. Tetapi pengaruh budaya feodal ini tidak terlalu signifikan menerpa masyarakat di wilayah Banyumasan. Itulah sebabnya pada tahap perkembangan di era bahasa Jawa modern ini, terdapat perbedaan yang cukup mencolok antara bahasa Banyumasan dengan bahasa Jawa standar sehingga di masyarakat Banyumasan timbul istilah bandhekan untuk merepresentasikan gaya bahasa Jawa standar, atau biasa disebut bahasa wetanan (timur).
Menurut M. Koderi (salah seorang pakar budaya & bahasa Banyumasan), kata bandhek secara morfologis berasal dari kata gandhek yang berarti pesuruh (orang suruhan/yang diperintah), maksudnya orang suruhan Raja yang diutus ke wilayah Banyumasan. Para pesuruh ini tentu menggunakan gaya bahasa Jawa standar (Surakarta / Yogyakarta) yang memang berbeda dengan bahasa Banyumasan.(wikipedia.org)
Maka dari itu, aja isin ngomong basa ngapak. Sing ayu, sing ganteng, ra masalah ngomong ngapak. Ngapak ora ndesani kok. Ngapak ora elek. Sapa maning sing meh nglestarikaken ngapak nek ora dewek... iya po ora???
Kalau kalian berminat untuk belajar bahasa ngapak kalian bisa download aplikasinya disini [ziddu].


“..Kiye pancen bahasane dewek aja isin isin nek ora kaiia celek..”[sepenggal lagu ngapak anthem].kalo mau lagu ini klik disini [4shared] .hhe ^_^

2 komentar:

Anggit Dwi Prasetyo mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
mr 🍁 mengatakan...

Ohw gitu ya...

Posting Komentar

Like__^